recent posts



Jika Anda ingin men-download trailer ini (tanpa tambahan apapun di browser Anda) silakan klik di sini.

Kamis, 11 Agustus 2016

SCHIZOHACKING: SEKILAS TINJAUAN TENTANG SKIZOFRENIA DAN SERIAL "MR. ROBOT"

Bayangkan jika Anda tiba-tiba menyadari bahwa orang-orang, tempat-tempat, dan peristiwa-peristiwa yang paling penting bagi Anda, bukan pergi, bukan mati, akan tetapi lebih buruk dari itu semua, tak pernah ada. Apalagi yang lebih menyiksa dari hal itu?  (Tokoh dr. Rosen dalam film “A Beautiful Mind”).

presto-mr-robot-s2-cast

Mr. Robot adalah sebuah serial tentang seorang dengan skizofrenia yang bekerja di sebuah perusahaan keamanan komputasi. Namun kemudian ia bertemu dengan seorang pemimpin kelompok peretas yang mengajaknya untuk meruntuhkan sebuah perusahaan raksasa yang berkuasa atas hidup banyak orang.

Elliot, demikian tokoh utama film ini bernama, terhasut oleh wicara sang pemimpin peretas, dan kemudian ia turut bergabung, dan usaha mereka ternyata berhasil! Seketika banyak orang kemudian terbebas dari cicilan hutang mereka terhadap perusahaan raksasa “Evil Corp” tersebut. Tapi benarkah kelompok peretas itu ada? Siapakah sang pemimpin peretas ini sebenarnya? Dirinya sendiri atau ayahnya, sang penghasut, yang notabene telah meninggal?

Mr. Robot bukanlah thriller biasa, ia adalah sebuah film menegangkan yang melintas-batas antara “dusta” dan “kejujuran,” “kemampuan” dan “keterbatasan” manusia dan mesin buatan manusia itu sendiri, bahkan “kenyataan” dan “halusinasi.” Elliot, sang tokoh utama terus-menerus terombang-ambing dipermainkan pemikirannya sendiri. Sebagai seorang yang punya gangguan skizofrenia, ia banyak menyendiri, dan secara rutin harus berkonseling dengan seorang psikolog. Terkadang ia ingin menyenangkan orang lain dan berniat menolong, tapi kemudian ia justru malah terpojok, bahkan dipukuli, karena orang lain ternyata hanya mau memanfaatkan dia. 

Ia seringkali berkonflik dengan halusinasinya, yang hanya hilang ketika ia minum Thorazine banyak-banyak. Pada suatu ketika ia menantang habis-habisan halusinasinya, halusinasinya membalasnya dengan menembak kepala Elliot. Elliot pun mati, walaupun ia kemudian bangkit hidup lagi, karena itu cuma halusinasi.

Di beberapa bagian film ini, jargon teknologi informasi seringkali dengan lesat bertebaran bagai peluru yang ditembakkan, salah satu hal yang sukar dipahami bagi penonton yang kurang akrab dengan dunia IT. Namun harus diakui, film ini bukan hanya unggul karena ketepatan penggambaran bagaimana teknologi informasi digunakan oleh berbagai pihak, untuk tujuan yang berbeda-beda dan seringkali saling bertabrakan dalam serial ini; tapi juga dalam hal karakterisasi tokoh-tokohnya, kepribadian tokoh-tokohnya terasa wajar. Ada yang obsesional dan suka menerabas, rajin tapi submisif, pemberontak tapi memendam sesuatu dalam diam, dsb. Sang penulis skenario dan sutradara dari serial ini, Sam Esmail, pastilah telah melakukan riset yang tidak mudah untuk dapat menciptakan serial ini.

Mr. Robot adalah sebuah potret dari realitas bahwa teknologi kini tidak cuma dimiliki oleh institusi besar seperti negara dan perusahaan raksasa, tapi juga oleh peretas yang hampir tak punya kawan, yang sepi sendiri dan merasa iri; yang kemudian membuatnya melontarkan istilah “keakraban palsu” (fake intimacy) ketika melihat orang saling berinteraksi di Facebook. Sebuah komentar pedas terhadap jejaring sosial yang menautkan antara teknologi tinggi dengan kepribadian masing-masing manusia penggunanya.

Nampaknya kata-kata dari Detroit News dapat menyimpulkan serial ini sebagai “pandangan yang menggigit terhadap gangguan jiwa dan kecerdasan, yang bergolak mengamuk.”

Season 2 dari serial ini lebih menegangkan daripada Season pertama. Bagi Anda yang penasaran dengan film ini dapat menyaksikan serialnya di beberapa aplikasi online, seperti Iflix dan Netflix. Jika Anda tak punya waktu untuk streaming, silakan mengunduhnya di masing-masing aplikasinya, dan tonton di kala Anda sempat.

Tidak ada komentar: