recent posts



Jika Anda ingin men-download trailer ini (tanpa tambahan apapun di browser Anda) silakan klik di sini.

Selasa, 28 Desember 2010

Pesan Buku "Gelombang Lautan Jiwa"


Kali ini kami berikan sinopsis buku "Gelombang Lautan Jiwa" yang merupakan psikomemoar skizofrenia saya setelah mengalami penyakit itu selama 11 tahun. Anda dapat memesan buku tersebut dengan cara yang ditunjukkan di bawah.



Sinopsis

Anta Samsara berada dalam sebuah ruangan rumah sakit, ia antara sadar dan tidak. Ia baru saja menelan puluhan antipsikotik dan anti-kecemasan, Ia bunuh diri dengan obat yang diresepkan oleh dokternya. Ia berada dalam keadaan amat depresi dan merasa tak lagi punya harapan. Namun Tuhan tak mengizinkannya untuk meninggalkan dunia ini, dan ia harus terus hidup menganggungkan derita.

Anta Samsara adalah penderita skizofrenia yang mendengar suara-suara yang mengejeknya. Ia mengalami ujian hidup semenjak ia masih dalam kandungan. Ia coba digugurkan oleh ibunya karena kemiskinan, akan tetapi adalah kehendak Tuhan yang membuatnya terus tumbuh dan lahir ke dunia.

Ia pernah berobat ke beberapa paranormal. Namun hal itu membuatnya malah semakin terpuruk semakin dalam di jurang skizofrenia. Di tempat pengobatan tradisional itu, ia malah menyaksikan banyak tindakan penyembuhan yang tidak manusiawi, seperti misalnya tendangan yang ditujukan kepada mereka yang tidak mau mandi, atau pengurungan dalam sel 2X1 meter hanya karena stigma bahwa mereka berbahaya. Ia kabur pada suatu dini hari dari paranormal yang merawatnya itu.

Akhirnya ia memutuskan bahwa ia hanya akan berobat ke medis, karena ia menyadari bahwa perlakuan di institusi medis lebih manusiawi daripada di pengobatan tradisional. Lagipula dari informasi yang ia dapatkan dari berbagai sumber ia mengetahui bahwa skizofrenia adalah penyakit medis dan bukan disebabkan oleh gangguan gaib.

Kesembuhan tidak datang begitu saja dengan mudahnya. Ia kerapkali gagal dan terkadang menyerah. Perjalanan pemulihannya adalah sebuah evolusi yang tidak terjadi dengan tiba-tiba. Pada tahun 2008 ia bertemu dengan beberapa orang yang empatik dan mendirikan Perhimpunan jiwa Sehat. Ternyata apa yang ia derita kemudian dapat dibagi dengan orang lain yang sama-sama mengalami.

Karena mendapat dukungan yang memadai, terutama setelah aktif dengan berbagai aktivitas di dalam Perhimpunan Jiwa Sehat, ia mulai merasakan perbedaan yang menyolok dengan masa-masa sebelumnya. Ia kini dapat berpikir dengan jernih akan apa yang terjadi dengan kehidupannya di masa lalu. Ia dapat merenung dan akhirnya pada suatu hari ia menemukan filosofi baru yang membuatnya tidak pernah sama dengan dirinya sebelumnya. Ia berkesimpulan bahwa setiap petaka dalam hidup memiliki hikmah. Ia berkesimpulan bahwa sebenarnya “derita bukanlah bencana, akan tetapi merupakan pengalaman bermakna.”

Membaca psikomemoar ini Anda akan menyadari bahwa perjalanan penderita skizofrenia dapat mengarah ke timbulnya pandangan hidup yang baru, walaupun ia hingga kini masih jadi pendengar halusinasi suara. Ternyata ada sisi baik dari gangguan jiwa, yang mungkin tidak dialami oleh semua orang. Perjalanan jiwa dapat bermuara pada suatu psikologi positif dalam menjalani kehidupan.

Pemesanan

Gelombang Lautan Jiwa: Sebuah Psikomemoar
Penulis: Anta Samsara
Penerbit: Jejak Kata Kita, Jogjakarta, 2010

Kisah perjalanan hidup seorang dengan Skizofrenia. Perjuangan yang sangat dahsyat untuk memaknai kehidupan.

Pemesanan :
Transfer sejumlah Rp 40.000,- (harga buku Rp 35.000,- + ongkos kirim Rp 5.000,- untuk wilayah DKI)
Untuk bea kirim domestik:
http://www.focusnusantara.com/articles/tarif_pengiriman_barang_tiki_jne.php

Ke nomor rekening
5460076171
BCA kcp Menara Batavia
a/n Bagus Hargo Utomo.

Lalu kirimkan bukti transfer Anda ke utomo.bagus@gmail.com
atau Fax ke (021) 8407543
atau sms ke
Bagus Utomo +62 815 8830 269

Cantumkan alamat pengiriman pada SMS anda.


Bagi Anda yang membutuhkan brosur pemesanan buku dalam format PDF

silakan download dengan mengklik di sini.


Jumat, 01 Oktober 2010

Secarik Cerita untuk Shen


Di bawah ini adalah cerpen saya yang saya buat bertahun-tahun lalu, saat keadaan saya masih labil, yang berjudul Secarik Cerita untuk Shen. Tokoh Fu Shen adalah nyata, walaupun cerita ini fiktif. Saya tahu, semestinya saya meminta izin kepadanya karena namanya telah dimasukkan dalam cerpen saya dan di-publish di blog ini. Tapi saya sama sekali tak punya nomor/alamat kontaknya. Sehingga untuk menghubunginya menjadi perkara yang amat sulit. Saya bertemu Fu Shen, yang waktu itu adalah dokter muda yang bertugas di Departemen Psikiatri FKUI-RSCM pada tahun yang saya sudah lupa. Saya hanya mengobrol sebentar dengannya. Saat itu saya masih bodoh dalam perkara internet dan saya bertanya soal setting milis padanya.

Entah mengapa namanya terlintas begitu saja saat saya menulis cerpen ini. Mungkin dia mewakili kebanyakan para dokter muda yang biasa saya temui di Departemen Psikiatri FKUI-RSCM. Dokter muda yang mencoba memahami sebuah dunia yang lain, yang terletak di sudut sebuah komplek rumah sakit, yang sukar untuk diajuk, dengan orang-orangnya yang terstigmatisasi, terombang-ambing antara rumah dan rumah sakit.

Cerpen tersebut saya letakkan sepenuhnya dalam posting ini. Tapi bagi Anda yang lebih suka membacanya secara offline, disediakan pula link untuk mendownload cerpen tersebut dalam format PDF.

Selamat membaca!

SECARIK CERITA UNTUK SHEN

Oleh Anta Samsara

Langit berhenti gerimis. Dan ini hanya engkau ketahui jika duduk menghadapi taman kecil itu, yang hanya berukuran 3X3 meter. Lembayung telah menyala. Namun aku masih duduk di sini, di bangku ini, sambil membaca.

Hari telah jauh senja. Suasana telah senyap sekali. Pintu-pintu belum dikunci, namun tak ada seorang pun yang keluar ruangan. mungkin karena langit yang mendung, yang menyembunyikan matahari, yang meniadakan panas senja Jakarta. Mungkin juga karena mereka penat. Atau mungkin juga karena pengaruh obat neuroleptik.

Namaku Shen, dan ini adalah Dunia Kecil. Yang menampung orang-orang yang terlempar dari peradaban di luar sana. Yang dianggap lemah dan tak mampu menghadapi kenyataan. Tersingkir dan tersudutkan. Aku adalah orang yang sedang belajar memahami.

Telah lima tahun aku mondar-mandir kuliah di rumah sakit ini. Namun bangsal ini baru kurang dari sebulan kumasuki. Semula bagiku ini hanyalah bangsal biasa. Aku telah terbiasa dengan yang semacam ini selama lima tahun terakhir. Aku seorang calon dokter. Dididik untuk menjadi seorang profesional tanpa melibatkan banyak perasaan. Namun, di sini ternyata aku tak bisa. Aku tertaklukkan oleh Dunia Kecil ini. Bangsal yang hanya sepetak ini.

Danu adalah pasien untuk ujianku. Ia seorang yang diam membisu. Setelah hampir sebulan bahkan aku tak tahu apakah ia memang benar-benar bisu atau hanya menolak menggunakan lisannya. Ia hanya mau (atau bisa) menulis. Dan kali ini aku sedang membaca tulisannya.

Saya lahir di Bandung. Bapak saya orang Jakarta. Ibu saya orang Jawa. Namun saya tak bisa berbahasa Sunda. Jawa juga tak bisa. Hanya bisa berbahasa Indonesia.

Saya kecil di Jakarta, kota yang saya benci sekali. Orang-orangnya kejam; sukar bertegur sapa. Disangka maling: dipukuli. Benar-benar maling: dibakar. Saya tahu sebagian besar orang Jakarta adalah tukang bohong, termasuk bapak saya.

Sebetulnya saya punya masa kecil yang bahagia. Ibu saya sayang sekali sama saya. Ketika TK dan SD kelas satu dan kelas dua, Ibu saya selalu mengantar dan menjemput saya bersekolah dengan mobil tuanya. Juga kadangkala kami pergi bersuka ria bersama-sama pada hari libur.

Namun tiba-tiba semuanya berubah suatu hari. Ketika saya kelas tiga SD, Bapak mendadak menjemput saya di sekolah dan bilang bahwa Ibu kecelakaan. Bapak mengajak saya untuk ikut ke rumah sakit. Rumah Sakit ini: Cipto.

Saya tidak mengerti tapi sesampainya di rumah sakit, Bapak mengajak saya ke kamar mayat. Dia bilang, "Tunggu di luar." Tapi saya menolak dan ingin ikut ke dalam. Saya menangis keras-keras sambil terus bertanya-tanya: "Di mana Ibu?Di mana Ibu?" Bapak saya menitipkan saya pada petugas jaga di luar ruangan. Bapak masuk ke dalam. Ia berbincang sesaat dengan petugas di dalam. Tapi kemudian ia melihat siapa di laci mayat? Mengapa Bapak menutup mukanya?

Saya dipegangi kencang sekali. Namun saya terus meronta. Pada suatu ketika, saya mampu menyentakkan tubuh saya dengan sekuat tenaga yang saya punya. Saya berhasil lepas dari cengkraman. Saya berlari untuk melihat siapa yang dilihat Bapak di laci mayat. Ketika dekat, saya terperangah. Ada orang yang gosong terbakar. Tangis saya makin keras dan bertanya, "Itu siapa, Bapak? Itu siapa?" Tapi Bapak Cuma memeluk saya dan menangis histeris. Ia tidak menjawab. Tak bisa menjawab. Bapak kemudian tak sadarkan diri.

Lalu rumah kami ramai oleh orang. Pak RT memasang bendera kuning. Tapi saya tidak percaya kalau itu Ibu. Bagaimana mereka tahu? Sedang saya saja yang anaknya tidak yakin. Sebab muka mayat itu gosong. Mukanya tidak sama dengan Ibu. Mayat itu kemudian dikubur.

Setiap malam saya menangis mengharapkan Ibu pulang. Tapi sepertinya Ibu telah melupakan saya. Ia tak pernah pulang; hingga hari ini.

Saya sudah tahu semenjak semula bahwa Bapak itu pendusta. Ibu yang katanya meninggal terbakar karena kecelakaan cuma akal-akalan Bapak saja. Nyatanya setelah itu, Bapak malah kawin lagi. Tidak ada perasaan berdukanya sama sekali.

Saya tahu Ibu saya yang baru hanya pura-pura baik sama saya. Ia hanya mau kawin sama Bapak dan karena itu ia bersekongkol membuat kebohongan bahwa ibu meninggal terbakar pada sebuah kecelakaan. Padahal Ibu dicerai, dan ia pergi meninggalkan kami karena sakit hati.

Namun hari demi hari saya jalani jua dalam rumah itu. Sebab saya tak boleh pindah ke rumah nenek di Semarang. Kata Bapak nanti sulit mengawasinya. Lagipula nenek sudah tua. Hampir tiap malam dalam beberapa tahun saya bertemu Ibu; dalam mimpi. Saya yang tadinya seorang yang periang berubah menjadi seorang yang pemurung. Sering menyendiri. Tak mau lagi mau berkawan dengan teman-teman. Karena saya cuma mengharapkan satu: kepulangan Ibu.

Saya sampai pada masa remaja saya. Pada suatu siang yang terik, ada suatu suara yang sangat lembut yang menyuruh saya untuk mencari Ibu ke Sumatera, ke Kota Bukittinggi. Saya mencuri uang Ibu tiri saya dan pergi ke sana sendirian dengan bus antar-pulau. Tapi saya benar-benar kecewa, karena Ibu tidak ada di sana. Saya kehabisan uang, lalu mulai mengemis dari rumah ke rumah. Sampai suatu ketika saya ditangkap polisi. Saya bertanya, "Apa salah saya?" Katanya kamu termasuk daftar pencarian orang hilang. Dan akan dikirim ke Jakarta.

Sejak saat itu saya semakin banyak mendengar suara-suara yang menyuruh saya ini dan itu. Namun kini saya tak bisa apa-apa karena seorang paman dari pihak ibu tiri saya, ditugaskan untuk menjaga ke mana pun saya pergi, termasuk ketika di sekolah. Ruang gerak saya semakin sempit. Saya merasa menjadi tawanan.

Suara-suara itu semakin banyak dan mulai mengajak saya berbincang-bincang ketika saya sedang sendirian. Namun, sejak saat itu pula Bapak jadi sering memarahi saya. "Kenapa?", saya bertanya. Katanya saya sering berbicara dan tertawa sendiri. Saya jawab itu tidak benar. Suara -suara itulah yang mengajak saya mengobrol. Mereka adalah kawan-kawan setia saya.

Bapak saya benar-benar seorang yang keji. Ia malah memasukkan ke rumah sakit jiwa Grogol. Saya berulang kali berteriak bahwa saya tidak gila, saya tidak pernah mengamuk. Namun Bapak saya yang bengis tak peduli, ia tetap menyeret saya. Dari Grogol, saya pernah kabur namun tertangkap lalu dimasukkan ke dalam ruang yang pengawasannya lebih ketat. Yang mirip neraka. Sebab pasien-pasien di dalamnya saling membenci dan kerap berkelahi satu sama lain. Sudut bibir saya pernah berdarah sekali. Karena kena tinju.

Karena saya mengeluh, kemudian Bapak saya memindahkan saya ke Bogor. Di sana lebih tenang, saya suka. Namun, lagi-lagi bapak saya bertindak sewenang-wenang, ia mengeluarkan saya setelah tiga tahun berada di sana. Katanya di sana saya tak sembuh-sembuh.

Di sini, di RSCM, saya sudah dua bulan. Saya menolak berbicara dengan siapa pun, sebagai cara untuk protes terhadap kelakuan Bapak saya, termasuk memprotes kepindahan saya kembali ke Jakarta, kota yang keji; setelah saya lahir dan menghabiskan masa perawatan saya di Jawa Barat. Satu-satunya komunikasi yang saya lakukan adalah dengan surat ini, kepada Anda.

Semoga pada suatu hari, ibu saya benar-benar pulang dan menjemput saya di sini. Dan membebaskan saya dari kekangan Bapak saya yang tak berperasaan. Amin.

Saya berterima kasih kepada Anda, dr. Shen yang sudi membaca keluhan saya.

Semoga Anda senantiasa berbahagia. Tidak seperti saya.

Salam,

Danu.

Azan magrib telah berkumandang. Awan-awan kapas pelan-pelan sirna ditelan kelam. Malam mulai datang. Lampu-lampu mulai menyala.

Di sini, Danu pertama kali berkomunikasi denganku, lewat surat ini. “Ia mengira ibunya akan kembali”, ayahnya berkata dua hari yang lalu, “dan ia menyalahkan saya atas semua yang telah terjadi. Tolong sadarkan dia, dokter, ibunya telah meninggal, takkan bisa kembali. Tolong juga katakan padanya, saya menikah lagi setelah ibunya meninggal pada waktu ia kecil agar ia ada yang merawat. Bukan karena saya ingin menyingkirkan ibunya.”

Aku termangu. Apa yang akan aku lakukan? Ah..., Aku hanyalah seorang dokter muda. Aku hanyalah seorang yang akan ujian. Tak lebih. Namun nuraniku berkata ada “sesuatu” yang lain dengan tempat ini. Sesuatu yang di luar jangkauan rasionalitas atau mencari keuntungan akademis semata. Apakah itu? Misteri batiniah? Atau apa? Aku tak bisa mengatakannya secara pasti. Namun senja ini aku memutuskan, bahwa aku akan kembali setelah meraih gelar dokter nanti. Aku harus jadi seorang psikiater untuk menjawab pertanyaan itu. Danu yang satu ini mungkin tak mampu kutolong, namun akan kutolong Danu-Danu yang lain.

Kulongok ia dari jendela, Danu telah tertidur setelah meminum Clozapine 100 mg. “Mimpi indahlah, Danu. Setidaknya untuk malam ini.”

Pada Pak Surya, perawat yang berjaga sore itu, aku pamit pulang. Dengan pikiran yang penuh dan perasaan yang terharu, aku beranjak pergi.

Lampu tabung yang remang-remang dan bayangan pada dinding-dinding putih rumah sakit mengiringi langkahku keluar dari bangsal psikiatri itu.

Seribu kepak sayap kelelawar tak berbunyi di angkasa. Begitu juga dengan ruang yang baru saja kutinggalkan. Senyap. Tak ada suara.


Download dalam format PDF [123,45 kB]


Bedah Buku "Gelombang Lautan Jiwa"


Dalam rangka peringatan Hari Kesehatan Jiwa Sedunia pada bulan Oktober, maka RS Soeharto Heerdjan akan menyelenggarakan Bedah Buku Psikomemoar Skizofrenia "Gelombang Lautan Jiwa," pada hari Kamis tanggal 7 Oktober 2010 pukul 13.00-14.30.

Dalam Bedah Buku tersebut akan tampil 3 pembicara, yaitu dr. Hervita Diatri, SpKJ(K) [psikiater di Departemen Psikiatri FKUI-RSCM], Fitri Fausiah, M.Psi., M.Phil. [pengajar di Fak. Psikologi UI], dan Bagus Utomo [keluarga dari Orang dengan Skizofrenia, pendiri Komunitas Peduli Skizofrenia Indonesia, mantan admin di schizophrenia.web.id]. Acara akan diselenggarakan di auditorium RS tersebut, dan para peserta tidak dipungut bayaran alias gratis.

Bagi Anda yang membutuhkan informasi via telepon dapat menghubungi Anta Samsara di 0857 8136 1440 atau via email di anta_samsara@yahoo.co.id. Namun kami mohon maaf sekiranya jawaban lewat email agak terlambat karena keterbatasan akses internet.

Bagi Anda yang membutuhkan pamflet Bedah Buku tersebut dapat didownload dengan mengklik link di bawah ini:

Download pamflet Bedah Buku "Gelombang Lautan Jiwa." [512,81 KB]

Rabu, 29 September 2010

Malam Ilham


Aku menyukai tengah malam yang senyap. Malam saat suara-suara lenyap dan jarak antara langit dan bumi seperti dekat. Rasa akan Tuhan berpendar pada saat-saat itu. Pada tengah malam seperti itu aku dapat berpikir dengan jernih, tanpa gangguan halusinasi.

Selama bertahun-tahun aku sengaja “memaksa” agar aku tidur lekas-lekas dan bangun tengah malam dengan cara meminum obat yang memiliki efek sedasi pada sore hari. Seringkali aku salat tahajud dan berdoa agar Tuhan segera menganugerahkan rahmatnya, setelah “bencana” skizofrenia yang aku alami. Berulangkali aku berpikir akan perjalanan hidupku yang mengenaskan. Aku mencoba mencari sisi positif dari petaka skizofrenia yang aku alami.

Pada malam-malam itu pula aku banyak membuat rencana untuk masa depanku. Satu di antaranya sudah terwujud, yaitu psikomemoar Gelombang Lautan Jiwa yang kini diterbitkan oleh Jejak Kata Kita, Yogyakarta. Tiga cita-citaku yang lain, ingin membuat Adikamus Sunda-Indonesia dan Adikamus Indonesia, serta sebuah novel tentang skizofrenia Perjalanan di Kota Kemenangan nampaknya masih jauh dari pencapaian final. Perlu tenaga dan waktu yang luar biasa banyak untuk mewujudkannya jadi nyata.

Namun apapun itu, aku berpendapat, bahwa mungkin skizofrenia adalah salah satu katalisator yang mempercepat penemuan filosofi baru yang nyaris tak pernah kujamah sebelum aku mengalami skizofrenia, bahwa derita adalah bagian dari proses pendewasaan diri, dengan kata lain, dengan mengalami skizofrenia aku menyadari bahwa sudah selayaknya kita berpindah dari bingkai pemikiran negatif ke bingkai pemikiran positif.

Aku kini kehilangan waktu tengah malamku karena antipsikotikku yang baru menyebabkan aku tidur panjang hingga pagi hari. Namun aku yakin, suatu waktu, akan kusadari bahwa ternyata tidur dan bangun selayaknya orang biasa adalah juga keindahan yang tiada terperi.

Selasa, 14 September 2010

Blog Skizofrenia dan segenap anggota dan pengurus Perhimpunan Jiwa Sehat mengucapkan selamat hari raya Idul Fitri 1431 H. Mohon maaf lahir dan batin atas segala ucapan dan perilaku salah yang pernah diperbuat.

Jumat, 03 September 2010

Jiwasehat.org dan Blog Skizofrenia



Kawan-kawan yang baik,

Seperti posting saya dulu, Perhimpunan Jiwa Sehat akan memiliki sebuah situs yang memuat informasi mengenai gangguan jiwa. Kini desain situs tersebut sudah jadi dan tinggal mengisinya dengan konten-konten yang diinginkan. Saya (Anta Samsara), Hady Sucarsa (seorang pendamping sesama di Perhimpunan Jiwa Sehat), dan Yeni Rosa Damayanti (ketua umum Perhimpunan Jiwa Sehat) akan menjadi administrator dari situs tersebut.

Rencananya konten situsnya tidak hanya memuat apa dan bagaimana menangani gangguan jiwa tapi juga akan memuat karya-karya tentang dan oleh para pengalam (yang mengalami) gangguan jiwa. Situs itu juga memuat "Forum" dan "Konsultasi" tempat kita dapat curhat dengan identitas yang sesuai keinginan (tanpa harus menyebutkan nama asli). Yang mengejutkan adalah walaupun belum jadi, situs itu sudah dikunjungi oleh sekitar 1.800 orang (berdasarkan perhitungan di hit counter-nya). Jiwasehat.org adalah situs yang dinamis, artinya akan berkembang semakin besar baik dalam tema maupun kapasitasnya.

Oleh karena situs ini perlu perhatian yang amat serius, maka saya mungkin akan mengalihkan berbagai konten yang sifatnya konseptual ke situs tersebut. Lalu bagaimana nasib Blog Skizofrenia? Saya punya rencana lain. Saya akan menjadikannya lebih personal. Saya akan menjadikan blog ini menjadi tempat pencurahan rasa dan pikir yang individual. Maka situs ini, dalam bahasa buku harian saya, adalah Dinten Daring (Online Diary).  Mungkin sebagian dari Anda akan kecewa, tetapi bukankah sekarang Anda menjadi punya dua alternatif bahan bacaan, satu di Jiwasehat.org dan satu lagi di skizo-friend.blogspot.com (Blog Skizofrenia)?

Marilah kita berdoa agar kita senantiasa dianugerahi kreativitas, sehingga kita dapat terus berjuang dengan berbagi segala hal di tengah ujian skizofrenia.

Amin.



Jumat, 25 Juni 2010

Download "Panduan Skizofrenia untuk Keluarga"


Akhirnya, setelah menanti beberapa waktu, Perhimpunan Jiwa Sehat diizinkan untuk menyebarluaskan lewat internet "Panduan Skizofrenia untuk Keluarga" karya dr. Irmansyah, SpKJ(K). Ia adalah psikiater senior yang bertugas di FKUI-RSCM dan kini diangkat menjadi Direktur Pelayanan Bina Kesehatan Jiwa di Departemen Kesehatan RI. Ia menulis panduan ini ketika Perhimpunan Jiwa Sehat akan mengadakan Semiloka "Memahami dan Merawat Orang dengan Skizofrenia" pada 27 Juni 2009.

Dr. Irmansyah, SpKJ(K) menulis dengan bahasa yang sederhana dan mudah dimengerti: hal yang berbeda dengan buku psikiatri kebanyakan. Dr. Irmansyah menulis mulai dari mengenali gejala skizofrenia hingga terapi yang dapat dilakukan terhadap orang dengan skizofrenia. Tidak lupa ia mewanti-wanti tentang beberapa sikap yang salah dari keluarga.

Bagi Anda yang membutuhkan file yang enak dibaca di komputer silakan download file yang dibuat dengan Microsoft Word. Sementara jika Anda membutuhkan file yang hemat kertas ketika dicetak, silakan download file yang dibuat dengan Microsoft Publisher, namun jangan lupa untuk mencentang pilihan print in both side pada kotak dialog printer Anda. Dengan demikian file tersebut dapat dicetak bolak-balik.

Bagi Anda yang men-download panduan tersebut harap meninggalkan komentar di bawah ini. Anda dapat menyebarluaskan panduan ini kepada yang lain dengan bebas.

Catatan: Jika ada jendela iklan yang terbuka, ditutup saja. Maklumlah kami menggunakan file hosting yang gratisan.

"Panduan Skizofrenia untuk Keluarga" versi 2.4 dgn Revisi Tahap 2 (dibuat dengan Microsoft Word 2010). Klik di sini untuk mendownload.

"Panduan Skizofrenia untuk Keluarga" versi 2.4 dgn Revisi Tahap 2 (dibuat dengan Microsoft Publisher 2010). Klik di sini untuk mendownload.

Selasa, 08 Juni 2010

Gelombang Lautan Jiwa

Akhirnya, setelah mempertimbangkan segala hal yang mungkin timbul sebagai akibat dari sebuah penulisan buku, saya memutuskan untuk menerbitkan psikomemoar saya. Psikomemoar itu saya beri judul "Gelombang Lautan Jiwa", yaitu kisah perjalanan hidup saya mulai sejak dalam kandungan -- ketika digodam oleh minuman beralkohol karena tak ada biaya untuk hidup -- hingga saat setelah saya bergabung dengan Perhimpunan Jiwa Sehat. 

Psikomemoar saya itu mencakup perjalanan hidup yang terentang sepanjang 31 tahun, termasuk di dalamnya perjalanan pemulihan dari skizofrenia selama 11 tahun. Ternyata adalah tidak mudah untuk menggambarkan hidup yang begitu berliku-liku, kaya akan onak dan duri; saya pun kadang-kadang terhenyak, merenung menahankan nyeri, karena harus menceritakan secara gamblang apa yang terjadi dalam hidup saya secara jujur, tanpa tedeng aling-aling. Kekuatan yang membuat saya terus menulis psikomemoar itu adalah dukungan dari kawan-kawan sesama Orang dengan Skizofrenia (ODS), yang pada umumnya berpendapat bahwa di balik kenyerian dalam penulisan psikomemoar itu terdapat pelajaran berharga yang dinanti oleh ODS lainnya.

Karya saya itu melandaskan diri pada mazhab psikologi Viktor Frankl yang mengatakan bahwa yang dicari dalam hidup seorang manusia adalah makna. Ia menentang pendapat Freud dan Adler yang masing-masing berpendapat bahwa yang kuat dalam diri manusia adalah "hasrat untuk memuaskan diri" dan "hasrat untuk berkuasa".

Penulisan memoar itu menghabiskan waktu sekitar 4 bulan, tapi yang panjang dalam penulisan itu adalah menunggu: menunggu apa yang akan terjadi kemudian setelah saya menuliskan kalimat terakhir. Dan ternyata memang Tuhan menganugerahkan pencerahan dalam penulisan itu, filosofi ala Frankl itu saya temukan ketika menulis psikomemoar tersebut.

Saat ini psikomemoar tersebut tengah ditawarkan ke sebuah penerbit. Doakan ya, mudah-mudahan diterima. [Anta Samsara]

Selasa, 02 Maret 2010

Testimoni Orang dengan Skizofrenia



Don't be shy.. Don't deny.. Don't delay

Schizophrenia is Treatable

Oleh Hady Sucarsa

(HP 0882 1031 3763)

Orang dengan Skizofrenia berikut adalah anggota Perhimpunan Jiwa sehat yang memberikan kesaksiannya tentang skizofrenia yang dialaminya.


Hai…semua, aku Hady, tahun 2010 ini tepat lima tahun sudah aku berjuang, berhadapan, bercengkrama bahkan bersahabat dengan skizofrenia. Terkadang memang letih akan tetapi aku sadar yang namanya hidup pasti berubah. Sehingga setelah sesaat aku harus menghadapi gangguan skizofrenia ini aku berusaha untuk melapangkan dada dan menerima semua ini dengan ikhlas. Awalnya aku malu dengan kondisiku saat itu, ketika itu aku mulai menarik diri dari lingkungan dan teman-temanku, selama bertahun-tahun aku tidak pernah lagi bersosialisasi, bahkan menjadi asosial merupakan bagian dari kehidupanku saat itu. 

Ketika itu juga semua hal yang menyenangkan berubah drastis menjadi penderitaan, duniaku dan hidupku seperti jungkir balik semua terasa berat dan berbeda bahkan aku hampir tak bisa mengenali siapa aku. Ketika itu emosiku menjadi datar aku merasa kehilangan ekspresi dan karakterku, pikiranku seperti kosong akan tetapi sangat ruwet, dan ketika itu juga di saat aku melihat hal-hal yang lucu, yang menyenangkan, aku tidak tersenyum apa lagi tertawa bahkan ketika aku melihat hal-hal yang menyayat hati aku tidak merasa sedih apalagi menangis. Aku seperti tidak memiliki kepekaan emosi dan perasaan.

Ketika itu hampir setiap hari aku seperti banyak masalah tetapi aku tidak bisa mengungkapkannya, ketika itu juga aku jadi lebih sensitif dari sebelumnya aku merasa semua orang tidak mencintaiku lagi, bahkan selalu terlintas di fikiranku kalau mereka benci padaku. Sepertinya setiap hari aku hanya begelut dengan penderitaan yang amat dahsyat, aku merasa sangat terbebani saat itu. Ketika itu memilih mati adalah pilihan paling mudah untukku, akan tetapi itu tidak kulakukan karena yang aku tahu setelah datang badai, matahari kan bersinar lagi, pelangi kan tersenyum lagi dan burung-burung pasti kan berkicau lagi. Dan ketika itu, waktu demi waktu, hari demi hari bahkan di setiap saat aku menunggu hari indah itu.

Dan sekarang hari yang aku tunggu-tunggu pada akhirnya datang menyapaku. Aku merasa dunia kembali berada di genggamanku. Sejak dari awal sakit hingga saat ini aku mendapatkan pengobatan yang tepat dan aku meminum obat secara rutin dan karena itu keadaanku sekarang sudah cukup stabil dan jauh lebih baik dari sebelumnya, bahkan hampir semua gejala-gejala skizofrenia yang timbul saat itu seperti gejala positif yang ditandai dengan waham dan halusinasi ataupun gejala negatif yang ditandai dengan penumpulan perasaan atau menarik diri dari lingkungan, sudah tidak pernah aku rasakan lagi. Dan semua itu bisa terjadi karena sewaktu aku mengalami satu episode skizofrenia aku langsung mendapatkan pengobatan yang tepat, beruntung katika itu keluargaku sangat paham dengan keadaanku sehingga aku langsung dibawa ke rumah sakit untuk mendapat pengobatan, walaupun akhirnya aku harus rela dirawat di rumah sakit jiwa selama empat hari. Dan sekarang aku masih meminum obat dengan dosis yang sangat kecil yaitu obat risperidone 0,5 miligram, sekali dalam sehari.

Sekarang dengan seiring membaiknya keadaanku, aku mulai terbiasa berintegrasi dengan lingkungan dan masyarakat. Dan yang terpenting aku kembali memperoleh penerimaan dari keluarga dan teman-temanku. Dan saat ini aku sangat yakin dengan dukungan penuh dari keluarga, lingkungan, masyarakat dan orang-orang terdekat dapat mempercepat proses pemulihan. Sekarang aku sangat senang dapat bersosialisasi lagi karena dengan itu aku bisa bertemu teman-teman baru dan bisa saling berbagi dan aku juga bisa merasakan kembali hangatnya berkumpul dengan keluarga. Dan aku juga yakin, bagi kami ODS (Orang dengan Skizofrenia) bersosialisasi merupakan salah satu terapi yang baik dalam pemulihan.

Saat ini kegiatanku, aku bergabung adalam komunitas kesehatan jiwa yang bernama PJS (Perhimpunan Jiwa Sehat). Aku sangat senang sekali bergabung dengan PJS, karena aku bisa bertemu teman-teman baru, teman-teman seperjuangan dalam manghadapi skizofrenia, dan dengan sesama penderita dan sesama keluarga kami bisa saling berbagi. Bahkan dengan senang hati aku mengunjungi teman-teman ODS untuk memberikan dukungan dan motivasi. Aku sadar dengan bergabung dengan PJS sedikit demi sedikit karakterku mulai terbangun dan sekarang aku mulai bisa mengenali diriku sendiri dan selalu berusaha untuk menjadi diri sendiri.

Selain bergabung dengan PJS, kegiatanku yang lain aku sekarang sedang membangun usaha kecil-kecilan. Aku bersama kawan-kawan ODS sedang membangun unit usaha dari organisasi itu, tepatnya di Utan Kayu Selatan, Jakarta Timur.

Harapan terbesarku pada semua agar tidak ada lagi stigma yang buruk terhadap orang dengan masalah kejiwaan. Karena dengan pengobatan yang tepat skizofrenia dapat di atasi.